">
Lazada Indonesia

Snorkel di Pangandaran dan Body rafting di Cukang Taneuh atau Green Canyon atau Cijulang

Perjalanan

Biasanya pada hari libur, bangun pagi bagi saya merupakan suatu pantangan, namun pagi itu, bangun pukul 3 pagi dilakukan dengan senang hati. Setelah mandi dan tidak perlu makan pagi, perjalanan panjang ini dimulai dari jogja sekitar pukul 5 pagi.
Jalur selatan-selatan melewati Bantul – Srandakan kami tempuh bertiga sekalian menjemput teman yang rumahnya memang dekat dengan jembatan srandakan. Setelah menjemput teman kami, dua motor bisa melaju cepat pada saat sepinya pagi jalur jalan lintas selatan-selatan melintasi Kulon Progo, Purworejo, dan Kebumen. Ketika waktu menunjukkan pukul 7 kurang, maka pas seperti perkiraan kami, kami sudah sampai lokasi makan pagi yang direncanakan, di daerah Ambal dengan menu sate ambal yang nikmat dan terkenal itu…., dua porsi cukup membuat perut kami berempat menggembung, ha..ha.ha.ha..
Ketika raga sudah bertambah dengan tenaga dan sinar mentari sudah bersinar kuat menambah semangat, maka
perjalanan mulai dilanjutkan, sang asisten pemandu perjalanan mulai dihidupkan… GPS mulai cerewet memberi kami petunjuk jalan yang harus kami lalui.Isi ulang bensin pertama kami lakukan di Candisari, Karanganyar, Kebumen, ketika kami keluar dari jalur jalan lintas selatan dan masuk jalur utama selatan jawa. Setelah perut kami dan motor kami terisi penuh, maka perjalanan dilanjutkan menempuh jalur Gombong – Sumpyuh – Buntu – Sampang (belok kanan) – Rawalo- Wangon – Karangpucung. Ketika sampai daerah Karangpucung meski GPS memerintahkan belok, kami sempat ragu dan bertanya kepada penduduk sekitar karena jalan yang ditunjukkan GPS menurut kami kurang meyakinkan. Namun berdasarkan petunjuk penduduk setempat, memang benar, jalur jalan tersebut merupakan jalur tembus menuju Sidareja. Namun ternyata kondisi jalan tembus yang dilewati tersebut dapat dikatakan parah dan sempit, bahkan ada beberapa ruas yang hanya berupa batu yang ditata, karena lapisan aspalnya sudah hilang dan cekung berlobang karena hujan dan dilewati banyak kendaraan.
Pukul 11:30 kami sampai Sidareja, kemudian ke setelah melewati jalan bergelombang dan berkelak-kelok menyusuri area persawahan, maka kami mulai menyeberangi sungai Cintanduy dan masuk wilayah Jawa Barat, di daerah Majingklak, Kalipucang. Dari sini, perjalanan sungguh mempesona, dengan tikungan-tikungan diantara naik turunnya jalan di tengah hutan menuju daerah Pangandaran. Pukul 12 lebih sedikit kami mampir di sebuah Masjid di kiri jalan yang lumayan besar karena seorang teman kami harus melaksanakan kewajibannya untuk Shalat Jumat.
Dari sini perjalanan sudah dekat, tinggal sekitar 18 km dari Pangandaran dan beberapa menit kemudian, setelah sempat istirahat karena seorang teman kami harus menjalankan ibadah Shalat Jumat di sebuah masjid di kiri jalan yang cukup besar, motor kami mulai menyusuri jalan2 di pinggiran pantai barat dan kemudian pindah ke pantai timur, untuk mencari penginapan yang kami inginkan. Disanalah kami mendapatkan informasi tentang snorkeling sekaligus alamat Penginapan Topan, tempat kami akan menginap.

On the Location


Kami mendapatkan informasi tentang penginapan Topan ini dari internet, maklumlah, budget traveler, alias penyuka wisata murah meriah, jadinya ya survey harga dulu dan pilih penginapan yang murah meriah. Setelah menyusuri arah jalan yang ditunjukkan mas E-em kami akhirnya menemukan penginapan Topan ini, agak masuk di pojokan jalan memang, tapi teduh, karena didepannya ditumbuhi sebuah pohon yang lumayan besar. Dipenginapan dua lantai ini untungnya masih ada kamar buat kami, ketika kami diantar naik ke lantai 2, dan ditunjukkan kamarnya, dengan fasilitas seadanya, kami ditanya oleh mas Topan, bagaimana dengan kondisi kamarnya dengan khawatir kalau-kalau kami tidak berkenan, namun dengan mantap kami mengiyakan, ha..ha..ha.ha… ya iyalah langsung kami terima, lha harganya murah banget sih, hanya Rp 75.000 untuk satu kamar, dan bisa kami pakai berempat, sepertinya untuk berenam juga masih bisa lega. Meskipun kami overtime, tapi tetep bisa ditawar harganya tuh. Harusnya hitungan overtime setelah pukul 13 sampai 18 adalah 50%, tapi waktu kami checkout pukul 15 dan kami tanya jadinya berapa mas, eh, dia bilang sama adhikku begini:” terserah neng sajalah….” Apa ga baik banget tuh, dan ketika kami tawarkan Rp. 100.000,- mas Topan ini tetap menerima bahkan disertai permintaan maaf kalau fasilitas yang diberikan kurang berkenan, wah… hebat banget nih….. TOP…. Mau kesana? Nih hubungi saja nomernya mas Topan untuk reservasi, +6285223296306 (udah ijin sama pemiliknya nih, untuk publikasi, he..he..he..).
Unpack segera dilakukan, barang-barang bawaan kami bawa naik dan simpan dikamar. Seorang teman kami rupanya sudah teler karena malam sebelumnya begadang, dan langsung terkapar di salah satu dari dua tempat tidur ukuran double di kamar ukuran sekitar 4×4 meter belum termasuk kamar mandi tersebut. Kamar mandinya bagi kami lumayan bersih dan terang. Disediakan juga sebuah dispenser dan yang penting juga ada stop kontak untuk charge batere kamera dan handphone kami, supaya perburuan gambar berjalan lancar.,
Dilihat dari posisi penginapan yang ditengah antara pantai barat dan pantai timur, disebelah utara cagar alam pananjung, lumayan aman bila terjadi tsunami seperti beberapa waktu lalu, dan ini dibenarkan pemilik penginapan yang mengatakan bahwa saat tsunami 2006 lalu, air masuk halaman penginapan ini tidak sampai 1 meter, karena terhalang oleh bangunan-bangunan lain di pinggir pantai, apalagi kami mendapat tempat di lantai 2. Meskipun agak tersembunyi di tengah, kami tidak membutuhkan tenaga dan waktu banyak saat akan ke pantai timur maupun ke pantai barat, paling hanya 10 menit ke pantai timur, karena harus memutar dan 5 menit ke pantai barat, dengan berjalan santai. Ini nih, iseng-iseng mengecek koordinat tempatnya, dan dapatnya LS 7,69989’ dan BT 108,65702’, eitss.. tapi jangan dijatuhi bom ya… kasihan mereka dan nantinya kita ga dapat penginapan murah lagi nih…ha..ha..ha..
Oh iya, sebagai informasi saja, ketika kita sampai di gerbang loket pangandaran, pasti ada beberapa orang yang sudah stand by dan menawari kita penginapan, mungkin semacam calo gitu… pesen yang aku dapat dari browsing sih, bilang sja sudah booking tempat, kalau nggak mereka akan mengikuti kita sambil terus menawarkan penginapan jadi ga nyaman rasanya.

Have Fun Begin


Ketika cukup istirahat, sekitar pukul 15, tawaran mas E-em untuk mengantar snorkeling kami tindak lanjuti, kami telpon, tawar menawar harga, dan sambil jalan ke pantai, tawar menawar pun kami lanjutkan di pantai, he..he..he. Dion, adhikku ini hebat juga nawarnya, dari harga 250, bisa dapet 190rb, tapi mungkin karena kami Cuma berempat dari kapasitas perahu yang bisa bersepululuh. Perlu dicatat ya… harga itu total untuk sewa perahu, peralatan snorkeling dan dipandu ketika kami ingin turun ke pasir putih dan menyusuri tempat2 wisata yang ada di cagar alam penanjung tersebut. Dan ditunggui kala bersnorkeling sampai kami puas. Menurut mas E-Em, waktu yang pas sih memang sekitar pukul 15 ini karena sudah tidak begitu panas, dan masih puas ketika ingin menikmati indahnya pemandangan bawah laut tersebut dan dilanjutkan berjalan-jalan di Pananjung.
Pengalaman ini adalah kali pertama aku dan teman-teman bersnorkeling, lumayan, banyak meminum air laut juga saat pertama kali itu, untung sebelumnya sempet bawa bekal minuman botol, tapi setelah beberapa saat, hmmmm…. Ternyata asyik juga tuh…
Sesudah lelah menikmati surga bawah air ini, kami diantar ke salah satu pasir putih yang ada di Pananjung, ditawarkan, mau diantar jalan2 masuk, ato mo balik, karena sudah sore, jadi kalau mau melihat sunset di pantai barat, waktunya tidak cukup kalau harus jalan-jalan di Pananjung.
Kami memilih pilihan kedua, balik dan pindah ke pantai barat untuk menikmati indahnya sunset di Pangandaran. Sambil menikmati sunset mandi laut diteruskan lagi…, sampai benar-benar matahari tenggelam di cakrawala, sambil menikmati hangatnya baso di pinggir pantai. Bagi teman-teman yang mau pesan untuk diantar snorkeling dari pantai timur Pangandaran, bisa pesan ke Mas E-em lewat no HP +6282115818444, tawar menawar dulu saja dari rumah, disana tinggal naik.

Night at Pangandaran


Huffff….. hari pertama full throttle of happiness, kami pun pulang ke penginapan untuk mandi, setelah badan bersih, jalan-jalan, eh… tepatnya motor-motor karena pakai motor, ha..ha..ha.. keliling kompleks wisata Pangandaran sambil mencari tempat untuk makan malam. Karena arah jalanan/gang di Pangandaran tidak tegak lurus utara-selatan/barat-timur, maka kami sempat tersesat dan hanya berputar-putar saja, tapi tak apalah, namanya juga jalan-jalan, ha..ha..ha.ha.., akhirnya setelah makan malam, mengandalkan GPS, kami bisa menemukan pantai timur dan hangout di pantai yang telah dipasangi pemecah ombak, dan digunakan sebagai dermaga itu. Menikmati malam, yang sayang tidak berbintang, sambil mendengarkan debur ombak memecah, sambil melihat pancaran lampu-lampu perahu para nelayan yang sedang menangkap ikan di kejauhan, merupakan pengalaman batin tersendiri di Pangandaran ini.
Tempat makan malam yang banyak memang ada di pantai timur ini, namun kami akhirnya makan di dekat pasar wisata Pangandaran karena warung-warung makan di Pantai timur ini penuh sekali dengan orang-orang yang akan makan malam.
Gerimis pun turun, memaksa kami untuk kembali ke penginapan, dan melepas lelah, menunggu pagi hari yang sudah menanti akan memberikan kesenangan lagi. Namun ternyata suhu udara pantai yang panas cukup membuat kami kegerahan dan agak sulit untuk terlelap. Tidak apalah, namanya juga penginapan murah meriah, tidak ada ACnya, ha..ha.ha.. tapi inipun sudah cukup bagi kami, hanya sebagai sarana saja kok, bukan tujuan yang utama, tapi harus lain nanti kalo tujuannya bulan madu disini, ha..ha..ha.ha..

The Morning has Come


Ternyata suhu panas ini juga ada untungnya lho, pagi hari subuh sudah bangun, padahal biasanya kalau hari libur seperti ini, aturan jam pagi itu bergeser dari pukul 6 ke pukul 9, tapi waktu itu saat subuh kami sudah bangun, dan sekitar pukul 5 pagi menyusuri jalanan di Pangandaran menuju pantai timur untuk menikmati indahnya sunrise di Pangandaran.
Ketika kami sudah dekat dengan pantai, terkejut juga…, ternyata pantai sudah ramai sekali dengan orang-orang yang juga ingin melihat sunrise, apa mereka semua ini tidak pernah melihat yang namanya sunrise po? (he..he..he.. kalau begitu kami juga dong…!!!)
Suasanya memang beda sekali dengan waktu saya di pantai Sanur/Sindhu dulu, waktu itu disana sampai pukul 7 pagi juga hanya beberapa orang yang terlihat berjalan-jalan atau olahraga sambil melihat sunrise disana. Suasana di Pangandaran, dengan jalanan, dan penginapan/hotel di pinggir pantai, ditambah dengan banyaknya penyewaan sepeda dan ATV memang mengingatkan saya dengan suasana waktu touring ke Bali dahulu, karena suasananya mempunyai beberapa kemiripan.
Ketika matahari sudah tidak begitu bersahabat dengan memancarkan panas teriknya, kami pindah untuk mencari makan pagi, karena belum tahu tempat untuk makan, dan sekalian untuk menikmati pagi hari di kompleks Pangandaran, kami menyewa sepeda tandem untuk jalan-jalan mencari makan pagi, lumayan asyik juga menyusuri gang-gang sempit di Pangandaran sambil bersepeda. Maunya sih menyewa yang tandem 4 yang saya lihat ketika pertama kali kami tiba di Pangandaran, tapi teman-teman pada tidak yakin kalau ada, mereka bilang aku salah lihat, ya akhirnya kami menyewa 2 tandem masing-masing seharga 10rb dan untuk berdua. Nah… ketika kami makan di pinggir jalan pantai barat…, gantian aku yang tertawa… ternyata aku tidak salah lihat, karena memang ada sepeda tandem yang untuk berempat, ha..ha..ha..ha.., lain waktu, pengen nyobain yang berempat itu, yang berdua saja lumayan sulit beloknya, bagaimana yang berempat ya….?

Cukang Taneuh, Green Canyon yang berubah jadi Brown Canyon


Setelah makan pagi, sekitar pukul 8 kurang, kami berkemas untuk pergi ke Green Canyon, yang berjarak sekitar 28 km dari penginapan kami. Sebenarnya kami juga belum tahu seperti apa tempat yang akan kami tuju, dalam artian, bagaimana tempat/dermaga yang harus kami kunjungi untuk sampai ke Green Canyon, maka hanya menyusuri jalur jalan yang mengarah kesana saja. Namun ketika sudah melewati Parigi dan Nusawiru, dan mulai menyusuri jalan di pinggir sungai, maka tibalah kami ke dermaga yang tidak terlalu besar, namun halaman parkirnya seperti terminal. Letak terminal dan dermaga erseberangan, dermaga di kiri jalan, terminal di kanan jalan, dengan tulisan besar “GREEN CANYON’ warna merah. Maka kami memperlambat laju motor yang terlanjur cepat karena menikmati kelokan-kelokan jalan yang menggoda untuk membetot gas dalam-dalam, ha..ha..ha.ha..
Yang agak membuat saya heran adalah parkir motor yang menjadi satu di dermaga hanya terdapat beberapa motor, jauh lebih sedikit daripada parkir mobil pribadi maupun bus wisata di sebelah kanan jalan, dan mungkin hanya 2 motor kami yang berplat nomor dari jogja, ha..ha..ha.ha..
Setelah parkir, bapak juru parkirnya menyarankan kami untuk segera antri membeli tiket, agar antriannya untuk diberangkatkan ke hulu tidak terlalu lama, kalaupun nanti tidak jadi, tiket masih dapat ditukarkan kembali dengan uang. Saat sudah tiket sudah terbeli seharga 75rb, lumayan kaget juga kami, masih sepagi itu, pukul 08:15, kami sudah dapat antrian 172… padahal loket di Green Canyon itu baru buka pukul 07:30. mungkin hal ini karena kami kesana pas long week end, hari jumat libur.
Tiket 75 rb itu baru tiket untuk naik perahu dan diantar ke Cukang Taneuh, belum termasuk kalau kita menginginkan untuk body rafting dan dipandu menyusuri kawasan Green Canyon sebenarnya. Satu perahu bisa dipergunakan maksimal 5 orang menurut aturan yang tertulis, namun kami melihat juga ada yang ber-6, ya kalau rombongannya 1 mobil 6 orang masakan juga akan menyewa 2 perahu, kan tidak efektif. Pembagian ini menurut petugas yang sempat bercerita, karena untuk pemerataan penghasilan para tukang perahu saja.
Setelah menunggu sekitar 1 jam lebih, bahkan saya sempat mengantarkan adhek untuk internet-an dahulu di Nusawiru, sekitar 5km dari lokasi, maka tibalah giliran kami naik perahu menuju Cukang Taneuh. Baru beberapa saat perahu meninggalkan dermaga,
hujan turun lumayan lebat, hati dag-dig-dug juga waktu itu…., apakah mungkin nanti tidak jadi body rafting, jika hujan terlalu lebat dan arus air membahayakan, maka kemungkinan tidak diperbolehkan untuk body rafting. Namun puji Tuhan ternyata sebelum sampai Cukang Taneuh, hujan pun telah berhenti.
Oh ya… waktu masih naik motor, menyusuri tepian sungai, kami belum menyadari bahwa itulah sungai Cijulang, karena warna airnya coklat, tidak seperti yang digambarkan dari cerita banyak orang, setelah sampai dermaga baru kami sadar, bahwa itulah Green Canyon yang telah berubah menjadi Brown Canyon karena hujan pada malam sebelumnya. Pada awalnya agak kecewa juga tapi kekecewaan ini terbayar saat kami berenang menuju hulu dan waktu body rafting menghilir, karena hujan ini pula, arus air lumayan lebih deras daripada saat benar-benar menjadi Green Canyon.

Berperahu menuju Green Canyon


Perjalanan sekitar 15 menit kami lalui untuk menempuh jarak sekitar 3 km dan sampai ke gerbang Green Canyon atau Cukang Taneuh atau jembatan tanah.
Didekatnya, pada badan sungai yang lebar, sebelah kanan dari gerbang Cukang Taneuh, ada dermaga untuk bersandar perahu yang menunggu para penumpangnya yang sedang menikmati body rafting di hulu. Cukang Taneuh sendiri merupakan semacam Goa, yang sempit, yang dilalui badan sungai ini, sehingga perahu yang mau masuk dan keluar dari area ini harus mengantri, dan disebuah runtuhan tebing yang jatuh ditengah sungai, ada semacam pengatur lalulintas perahu ini. Sambil menunggu antrian untuk masuk kawasan Green Canyon, kami disuguhi oleh gemericiknya air yang mengalir dan menetes di akar2 pepohonan dan tebing tinggi menuju sungai, sungguh pemandangan yang menyegarkan.
Ternyata antrian tidak hanya di gerbang Cukang Taneuh ini, setelah melewati celah sempit tersebut, di bawah Cukang Taneuh, perahu kami harus mengantri lagi untuk mendekat ke sebuah tebing yang digunakan sebagai tempat untuk menurunkan penumpang yang menginginkan body rafting.
Sambil menunggu, kami pun mulai tawar menawar harga lagi dengan kru perahu yang 2 orang tersebut, harga 200rb ditawarkan untuk kelengkapan dan pemandu, pada awalnya kaget juga kami mendengar itu, karena menurut informasi dari browsing sebelumnya, harganya Cuma 75 rb, namun tanpa proses yang lebih lama dari saat kami menawar untuk snorkeling, maka harga 100rb kami sepakati, kami dipinjami life jacket dan dipandu menuju hulu, ditunggui sepuas kami, dan khusus bagi yang tidak bisa berenang, juga dibantu untuk bisa melalui itu semua.Setelah beberapa saat dan menyeberang melalui perahu lain yang sudah merapat, kami tiba di titik awal untuk memulai petualangan ini.

Asyiknya ber-body Rafting di Green Canyon


Pada awal petualangan, kami harus meniti tali yang dibentangkan sejajar sungai, menyusuri tebing yang dilewati arus kuat dan kemudian menyeberangi arus sungai tersebut. Setelah menyeberang, kami harus melawan arus dengan merambat di dinding batu tebing yang hitam mengkilap bagai karang terkikis air, bahkan kadang-kadang harus bergantung seperti cliff hanger. Aku sempat terjatuh karena lempengan batu kecil yang aku pegangi patah waktu mencoba bergantung diatas air dan berjuang keras menepi agar tidak terseret arus yang sangat kuat, tapi hal ini merupakan kesenangan tersendiri….
Setelah cukup kelelahan melawan arus, maka sampailah kami ke titik hulu, sebagai awal dari body rafting, jaraknya mungkin sekitar 700 meter dari awal saat kami mulai terjun ke aliran sungai. Diatas titik ini, terdapat kolam air jernih sekali, dari tetesan-tetesan air diatasnya yang tertampung dan harus memanjat tebing ekstra hati-hati karena bebatuan dan arus deras ada terhampar dibawah kami. Tinggi tebing ini lebih kurang sekitar 5 meter.
Konon kolam ini sering digunakan untuk bertapa, bahkan menurut pemandu kami, Ki Joko Bodo pun pernah bertapa di sini, dan apa yang menjadi harapan kita akan terkabul kala kita ucapkan disini, semacam wish pool-lah, kolam harapan.
Satu hal yang membuat kami sedikit kecewa adalah bahwa kami tidak bisa membawa kamera kami untuk membuat dokumentasi keindahan alam yang telah kami lalui ini, dan keasyikan yang menyelimuti kami saat itu. Hal ini karena kami tidak mempunyai kamera tahan air ataupun kantong drypack tahan air untuk membawa kamera kami berenang. Kami sarankan bagi yang ingin kesana agar mempersiapkan salah satu dari perlengkapan ini, agar dapat mengabadikan surga diantara celah-celah tebing tinggi nan hijau ini.
Ketika sudah puas berendam, maka tawaran pemandu kami untuk memulai petualangan body rafting pun langsung kami sambut. Memilih starting point yang aman, supaya tidak terbentur bebatuan, maka kami mulai meloncat untuk ber-body rafting menyusuri derasnya air di bagian hulu sungai Cijulang ini. Ketika sampai pada satu titik dimana arus air tidak bergolak, saya kami sempatkan untuk mengambang terlentang, mengambang karena life jacket yang kami kenakan. Pemandangan diatas kami, wow…. What’s a wonderful world…., matahari menembus celah-celah dedaunan di dinding tebing dan diatas tebing yang lumayan tinggi itu, mungkin sekitar 40an meter diatas kami. Demikian juga tetes-tetes air terus menitik jatuh masuk ke sungai ini, dan menerpa wajah dan tubuh kami yang pasrah terlentang mengikuti arus sungai yang tenang, tetesan air memantulkan cahaya matahari yang menembus celah tebing sungai ini… sungguh pemandangan alam yang patut disyukuri bagi yang sempat mengalaminya.
Ketika sudah sampai kembali ke starting point tempat kami tadi mulai berendam air sungai dan menyusuri sungai melawan arus kehulu, rasanya tidak rela untuk segera naik perahu dan pulang, maka di “kolam” yang tenang tersebut, kami sempat berendam, berenang, berpegangan tali yang melintang sungai dan bermain air sepuasnya dulu, sebelum akhirnya harus menghilir lagi untuk naik ke perahu yang mengantar dan menunggu kami untuk kembali ke dermaga keberangkatan.
Saat balik dari Cukang Taneuh ini, kami sudah tidak sungkan-sungkan lagi untuk berbasah-basah, berbeda dengan waktu kami berangkat tadi. Sembari naik perahu, kami bermain air di samping kiri kanan perahu kami. Akhirnya petualangan di surga ini harus kami akhiri ketika sampai di dermaga. Tanpa berganti baju basah kami dulu, kami langsung ke tempat parkir untuk pulang ke Pangandaran, dan check out dari penginapan kami untuk kempali ke Jogja. Waktu itu waktu baru menunjukkan pukul 12:45 namun kami mendengar dari pengeras suara bahwa loket sudah ditutup, dari jadwal biasa yang tertulis pukul 16:00, hal ini karena begitu banyaknya pengunjung pada hari itu, mungkin hal ini dikarenakan bahwa saat itu sedang ada long week end, libur sejak hari jumat.

Pulang Membawa Kepuasan


Ketika sampai di penginapan, waktu sudah menunjukkan lebih dari pukul 13:00, yang berarti kami akan terkena over charge untuk menginap tersebut, ha..ha.h.a.ha. gpp lah, sekalian membersihkan diri dulu, mandi-mandi dan pakcing perbekalan kami untuk kemudian meletakkan di motor. Sebenarnya alasan kami berangkat dari Pangandaran harus siang, bukan semata-mata karena overcharge ini, namun karena perjalanan yang harus kami tempuh melewati kawasan hutan jati, yang belum kami kenal sama sekali. Maka dari itu, kami perkirakan kami harus sudah melewati kawasan tersebut sebelum senja, dan diputuskan berangkat dari Pangandaran siang hari.

Jalur yang kami pilih untuk pulang kali ini agak berbeda dengan pada waktu kami berangkat. Setelah melewati Sidareja, kami mengambil jalur kekanan, kearah Kawunganten dan Jeruklegi, Cilacap. Perjalanan ini menyusuri sebelah kiri rel kereta api sampai ketika kami sampai di sebuah kota kecil setelah Gandrung Mangu, mungkin Kamulyan, kami harus pindah jalur menyeberang rel dan menyusuri dari sebelah kanan rel. Sesudah melewati Pasar Kawunganten, mata kami mulai memasuki kawasan hutan jati dengan pemandangan yang indah, jalanan yang kami lewati lumayan tidak banyak lobang, namun bergelombang, sehingga motor tidak berani melaju cepat. Ketika kami sampai Jeruklegi, kami belok kiri menuju Wangon, yang berjarak sekitar 10 km, dan ketika senja turun, sekitar pukul 17, sampailah kami di Buntu, dan mencari makan sembari beristirahat disana.
Selepas Magrib perjalanan dilanjutkan dan kali ini tidak melewati jalur jalan lintas selatan seperti pada waktu kami berangkat, karena jelas jalanan dipastikan sepi sekali, dan banyak lubang yang menunggu kami kalau nekat melewati jalur tersebut. Jalan Negara melewati Sumpyuh, Gombong, Kebumen, Prembun, kutoarjo, dan akhirnya di Purworejo kami lewati dan di Purworejo ini kami beristirahat lagi setelah jalan selama 3 jam. Kami mencari teh hangat sambil meluruskan badan di sebuah warung angkringan dekat Rumah Sakit Purworejo. Setelah cukup lama istirahat, maka perlajalan kami lanjutkan kembali menuju Wates, Yogyakarta. Ketika sampai di traffic light Galur, kami mengambil jalur kekanan, langsung menuju Srandakan, Bantul, untuk mengantar rekan kami yang rumahnya di sebelah timur Jembatan Srandakan.
Dan ketika waktu menunjukkan pukul 23, sampailah kami dirumah. Setelah mandi, badan terasa segar dan minum hangat, maka tiba saatnya untuk beristirahat setelah perjalanan jauh menikmati “serambi”nya surga… Satu hal yang ada dipikiran kami adalah: “Cukang Taneuh….!!! We’ll be back….!!! We must….!!!”. (ristsaint)

ConversionConversion EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng
Lazada Indonesia
show_ads.js">