Jika saya menyebut Nglanggeran, mungkin sebagian besar pembaca sudah tahu apa dan dimana tempat ini. Nglanggeran identik dengan gunung api purbanya. Terletak di Desa Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul. Jika anda mendarat di Bandara Adisucipto, lihatlah di timur agak keselatan, jika cuaca cerah akan terlihat bukit yang hitam legam, disebelahnya ada deretan tower repeater telekomunikasi dan relay stasiun televisi. Bukit legam itulah gunung api purba Nglanggeran.
Wisata Nglanggeran sedang dikembangkan dan pesat perkembangannya dalam beberapa tahun terakhir ini Pengembangan ini seiring dengan Tubing Gua Pindul, dan air terjun Slempret atau Sri Gethuk yang juga di Gunungkidul sisi utara. Salah satu wisata yang sedang dikembangkan di Nglanggeran adalah embung. Embung sendiri merupakan sebentuk kolam tempat penampungan air, yang biasanya digunakan untuk sarana pengairan pertanian. Keunikan embung Nglanggeran ini karena letaknya yang berada dipuncak bukit, meskipun masih lebih rendah dari puncak Nglanggeran sendiri. Lokasinya yang berada dipuncak bukit ini karena memang embung ini dibuat dengan memotong bukit yang bernama Gunung Gandu.
Meski dipuncak bukit, namun embung ini selalu berisi air, karena memang selain berguna untuk menampung air hujan, sumber air juga berasal dari mata air Sumber Sumurup yang berada di Gunung Nglanggeran. Sumber Sumurup sendiri menurut masyarakat sekitar, merupakan tumpuan sumber air yang tidak pernah kering, meskipun berada diantara bebatuan gunung api purba dan masa kemarau panjang sekalipun. Jalan untuk mencapai sumber air ini memang agak sulit karena harus melewati celah sempit. Namun sepertinya sekarang seiring dengan pengembangan wisata ini, jalur untuk mencapai sumber air ini sudah diperlebar dan dipermudah. Harapannya semoga pengembangan wisata ini nantinya tetap berwawasan lingkungan sehingga sumber-sumber alami kehidupan tetap terjaga, selain kenyamanan pengunjung juga tidak terkalahkan dengan rupiah yang terpampang didepan mata.
Sesuatu hal yang menarik dari Nglanggeran ini adalah bahwa malam hari pun kawasan ini tetap dibuka untuk wisata. Kali ini tim Hobbyklayapan.com mencoba melihat dan menikmati kemudian berbagi tentang betapa indahnya pemandangan dari embung Nglanggeran ini di keheningan malam. Berangkat dari kota Jogja sudah jam 21 malam membuat perjalanan ke Nglanggeran terasa nyaman karena terbebas dari kemacetan jalur jalan ke Wonosari. Kami bertemu sedikit keramaian hanya di seputaran bukit Bintang, batas kabupaten Gunung Kidul di Bukit Patuk. Lokasi ini merupakan tempat favorit terutama bagi anak muda untuk menikmati kerlip malam kota Jogja dari ketinggian. Sesampai kota Patuk (sebenarnya belum pantas disebut kota, karena belum ramai juga :) )belok kekiri menuju Ngoro-oro, tempat dimana puluhan tower repeater, BTS maupun relay stasiun TV berada. Nglanggeran memang berada ditimur tidak jauh dari Ngoro-oro ini. Dalam perjalanan dari Patuk sampai Nglanggeran ini kami tidak bertemu lebih dari 10 kendaraan, meskipun malam menjelang hari libur.
Di Joglo Nglanggeran kami melihat banyak kendaraan bermotor yang parkir. Mereka sepertinya memilih untuk menikmati malam dengan mendaki Gunung Nglanggeran. Embung Nglanggeran masih beberapa km dari joglo ini. Sampai di pelataran parkir Embung, kendaraan yang diparkir jauh lebih sedikit daripada yang ada diseputaran joglo Nglanggeran. Hal ini membuat kami senang karena memang kami lebih menyukai keheningan dalam menikmati keindahan alam ini.
Pemandangan kota memang terlihat sangat jauh di barat laut. Hal ini berbeda dengan pemandangan dari bukit Bintang atau Hargodumilah dan di Watu Amben yang keduanya juga berada di Patuk. Pemandangan kerlip lampu kota Wonosari teramati dari pelataran seputar Embung ini. Di pinggir Embung, mengelilingi embung ini sudah dipasang lampu-lampu hias yang menambah keindahan Embung dikala malam, selain memang untuk menerangi jalan setapak yang mengelilinginya. Bersantai dikeheningan malam di saung-saung yang sudah dibangun disekitar embung ini, sambil ngobrol dengan teman, sahabat, keluarga atau orang-orang tersayang sangat didukung dengan suasana keheningan tempat ini. Kenyamanan ini jauh dari polusi suara, cahaya, udara dan lain-lain. Hanya saja kadang ada polusi suara dari anak-anak muda yang kurang menghargai sesama pengunjung yang juga ingin menikmati suasana malam di Embung Nglanggeran ini.
Hembusan angin terasa dingin di ketinggian Embung Nglanggeran, bahkan kadangkala kabut juga menutup area ini menghalangi pandangan ke kerlip lampu nun jauh dibawah, di kota Jogja dan Wonosari. Namun demikian kabut ini tidak sampai membuat basah pakaian anda, hanya terasa dingin sejuk menyegarkan. Jangan lupa membawa bekal camilan atau makanan dan minuman, karena saat kami kesana, warung-warung yang berada disekitar Embung ini sudah tutup, hanya satu yang masih buka. Hal ini berbeda dengan kondisi diseputar joglo Nglanggeran, apalagi di Bukit Bintang Hargodumilah. Diseputar joglo masih banyak warung makan dan camilan yang masih buka sampai larut, bahkan ketika kami turun melintas disana, masih banyak yang buka.
So... seiring dengan cepatnya perkembangan tempat wisata dan geliat para wisatawan yang berkunjung ke Jogja dan sekitarnya, marilah lekas berkunjung menikmati keheningan tempat ini selagi belum ramai seperti bukit Bintang Hargodumilah yang beberapa tahun lalu masih terasa nyaman dengan keheningannya untuk menikmati kerlip lampu kota Jogja dari sana. Berikut ini beberapa foto yang sempat kami dapatkan saat berkunjung ke Embung di Ketinggian ini.
#masih ada satu embung yang lebih tinggi dan konon katanya paling tinggi di Jogja... tunggu laporan berikutnya... :D Salam Klayapan
koordinat lokasi: -7.8470835, 110.5469817
sarana: halaman parkir luas, toilet, warung makan, camping ground diatas embung
pengembangan: kebun buah dan pusat oleh-oleh
Tiket:
#masih ada satu embung yang lebih tinggi dan konon katanya paling tinggi di Jogja... tunggu laporan berikutnya... :D Salam Klayapan
koordinat lokasi: -7.8470835, 110.5469817
sarana: halaman parkir luas, toilet, warung makan, camping ground diatas embung
pengembangan: kebun buah dan pusat oleh-oleh
Tiket:
Rp 7.000 (siang)
Rp 9.000 (malam)
Rp 15.000 (WNA)
waktu buka: setiap hari
Rp 15.000 (WNA)
waktu buka: setiap hari
Kendaraan: sepeda, sepeda motor, sedan, minibus, bus kecil, bus besar (agak kesulitan untuk berbelok-belok dan naik turun)
ConversionConversion EmoticonEmoticon