Bulan Mei, menurut kalender agama katolik merupakan bulan untuk devosi kepada Bunda Maria. Saatnya klayapan, sembari berziarah kepada Bunda Maria. Kali ini saya ingin mengunjungi Gua Maria yang baru saja diresmikan tahun 2009 yang lalu. Namanya Gua Maria Lawangsih. Gua ini berada di ketinggian sekitar 2000m dpl di perbukitan Menoreh di kabupaten kulonprogo.
Gua Maria ini tepatnya terletak di dusun Patihombo, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara gerejawi masuk wilayah Stasi Santa Perawan Maria Fatima Pelemdukuh, Paroki Santa Perawan Maria Nanggulan, Kevikepan Daerah Istimewa Yogyakarta, Keuskupan Agung Semarang. Lokasi Goa Lawangsiih hanya berjarak 20 km dari peziarahan Katolik Sendangsono dan 13 km dari Sendang Jatiningsih Paroki Klepu. Dengan GPS akan terdeteksi koordinat 7, 72126’ LS dan 110,14837’ BT.
Kesejukan yang alami akan segera kita rasakan selepas dari perempatan Kenteng, Nanggulan kala kita berkendara menuju lokasi Goa Maria ini. Bentangan areal persawahan dengan terasiringnya yang begitu indah apalagi kala padi sudah menguning merupakan panorama yang sungguh mempesona. Sebelum jalan menanjak, persawahan itu terbelah dengan sungai dengan bebatuan besar yang bertebaran dan menggoda untuk bermain dialirannya.
Jika anda sudah pernah ke Gua Maria Jatiningsih, untuk ke Lawangsih, maka ambil jalur terus kearah barat sampai menyeberangi Sungai Progo dan bertemu perempatan, dari sini kita ambil jalur lurus, menuju perbukitan. Kalau anda dari Sendangsono, setelah turun dan bertemu dengan jalur utama Sentolo-Muntilan, ambil jalur kekanan, kearah Sentolo.
Setelah melewati pertigaan kearah Boro dan Perempatan ke arah Dekso dan jalan yang meliuk-liuk, kita akan sampai ke perempatan dengan traffic light. Dari sini kita ambil jalur kekanan. Namun untuk kendaraan bus besar, sepertinya tidak diperkenankan untuk naik menuju Gua Lawangsih ini, karena resiko yang terlalu besar ketika melewati tanjakan yang lumayan berat dan tikungan-tikungan kecil. Untuk rombongan bus besar sebaiknya menghubungi sekretariat gereja Nanggulan dulu untuk mengatur transportasi ke Goa Lawangsih. Untuk kontak, dapat menghubungi Rm. Ignatius Slamet Riyanto, Pr. Pastoran SPM Tak Bernoda Nanggulan Karang, Jatisarono, Nanggulan, Kulon Progo, YOGYAKARTA, 55671, Telpon 0857 4371 7676.
Pada awalnya, Gua Maria ini adalah goa tempat kelelawar bersarang, hal ini masih dapat ditemui buktinya dengan dinding goa yang sebagian menghitam. Goa lawa/kelelawar ini dahulunya digunakan oleh petani untuk mencari pupuk dari kotoran kelelawar yang bersarang didalamnya. Pintu Gua maria Lawangsih ini pada awalnya hanyalah sebuah semak belukar dengan lebar pintu gua hanya sekitar 1 meter, namun lorong-lorongnya bisa dimasuki oleh manusia untuk mencari kotoran Kelelawar sampai kedalaman yang tidak terhingga.
Menurut Romo, yang ikut serta membangun Gua Maria ini, sebenarnya didalam ditemukan ruangan yang cukup luas, namun masih digali terus agar pintu masuknya bisa besar. Karena hal ini maka penahtaan patung Maria masih bersifat sementara di mulut gua, karena rencanya akan diboyong ke ruangan besar dalam gua. Menurut Romo juga, bahwa Goa Maria ini merupakan satu dari 2 Gua Maria alami di dunia yang mempunyai sumber mata air asli yang lumayan besar dan mengalirkan air daripadanya.
Lawangsih dapat diartikan bahwa Bunda Maria sebagai gerbang surga, pintu berkat. Kata Lawang dalam Bahasa Jawa mengandung arti pintu, gapura atau gerbang. Kata sih (asih) artinya kasih sayang, cinta, berkat, rahmat. Secara rohani, Lawangsih menunjuk Dalam keyakinan umat katolik, Bunda Maria adalah perantara kita kepada Yesus (per Maria ad Jesum), Putranya yang telah menebus dosa manusia dan membawa pada kehidupan kekal.
Pada bulan Mei 2009, untuk pertama kalinya Goa Lawa ini dipakai menjadi tempat Ekaristi penutupan Bulan Maria. Barulah pada tanggal 01 Oktober 2009, tempat peziarahan ini dibuka untuk umum dan diresmikan oleh Rm. Ignatius Slamet Riyanto, Pr. Di sebelah kanan Bunda Maria Lawangsih, ada goa yang cukup luas, memanjang sampai kedalaman yang tak terhingga, penuh dengan suasana sakral. Di belakang Bunda Maria Lawangsih, terdapat goa yang lebih indah dengan sumber air di dalamnya. Sayang, goa ini agak sempit di luarnya, namun semakin ke dalam semakin luas dan penuh dengan pemandangan yang eksotik.
Sebelum memiliki Gua Maria Lawangsih ini, sebetulnya umat sekitar sudah lebih dulu memiliki Gua Maria yang lebih kecil, sebuah Goa Maria di atas Kapel Stasi SPM Fatima Pelemdukuh, tidak jauh dari Goa Maria Lawangsih. Goa Pengiloning Leres adalah cikal bakal Goa Maria Lawangsih, merupakan goa alam. Di samping goa, bertahtalah Patung Kristus Raja yang sedang memberkati dengan tinggi 3 meter.
Di belakang goa terdapat ruang doa yang cukup luas, bersih, dan teduh. Legenda yang berkembang mengatakan bahwa bukit Gedogan, tempat Goa Pengiloning Leres ini, adalah kandang Kuda Sembrani (Gedogan).
Banyak orang mengalami peristiwa bahwa hampir setiap Malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon mendengar suara gaduh, (Jawa: pating gedobrak). Konon katanya, goa ini dulunya dipakai oleh para makhluk halus sebagai kandang kuda Sembrani. Hal ini dihubungkan dengan adanya sebuah mata air di bagian bawah bukit yang bernama “benjaran” yang berarti tempat minum kuda. Kapel yang ada dibawahnya pun unik. Sebagian dindingnya menyatu dan merupakan tebing lereng bebatuan alami, yang ingin menunjukkan bagaimana Gereja yang dibangun Yesus di atas Batu Karang.Goa Maria Lawangsih sama sekali belum tersentuh oleh pembangunan secara modern, sungguh-sungguh alami.
Selain itu, goa ini dibangun oleh umat yang secara sukarela setiap hari bekerja bakti, bahu membahu, saling mendukung dengan kerja tangan mereka. Dengan senyum, canda, dan penuh semangat iman.
Selama hampir satu tahun umat mengolah tanah grumbul (semak belukar) menjadi tempat peziarahan Maria yang sangat indah, dengan bukit-bukit batu di sekitar goa, dengan stalagtit dan stalagmit di dalam goa, dan gemercik air yang mengalir tiada henti, meski kemarau yang sangat panjang sekalipun. Saat ini masih ditemui aliran sungai kecil dibelakang patung Bunda Maria ditahtakan. Pengerjaan Gua terutama untuk menembus ruangan besar dibelakang Patung, masih terus dilakukan pada malam hari, agar tidak mengganggu kekhusukan para peziarah.
Fasilitas untuk peziarah secara umum sudah tersedia meskipun dalam nuansa kesederhanaan. MCK Kamar mandi, WC/toilet, sudah tersedia dengan air yang melimpah.
Air jernih dari bawah Patung Bunda Maria dialirkan menuju sebuah bak penyaring yang nantinya menjadi air yang bisa dipakai peziarah untuk dibawa pulang atau untuk diminum langsung. Air ini juga dialirkan ke kamar mandi di bawahnya, sehingga air di kamar mandi/WC sangat jernih dan layak untuk para peziarah. Jalan menuju Goa Maria Lawangsih juga sudah layak untuk menjadi jalan bagi kendaraan peziarah. Pada bulan Nopember 2010, jalan yang melingkar di sekitar Goa Maria Lawangsih sudah diaspal oleh warga di Purwosari.
Cerita lengkap mengenai Gua Maria Lawangsih ini dapat dilihat di http://guamarialawangsihnanggulan.blogspot.com/
Nah… sambil klayapan menikmati indahnya negeri ini, mari kita juga merasakan indahnya kedamaian hati, dan berkomunikasi dengan Tuhan kita, di Pintu Berkat yang mengalir sejuk pada keheningan Pegunungan Menoreh yang sangat asri ini…
ConversionConversion EmoticonEmoticon